UINSA, 9 Oktober 2024- “Gagalnya DEMA FISIP UINSA dalam Pelaksanaan Praktik Demokrasi dan Menjaga Netralitas Sikap” Merupakan tema yang cukup berani dilampirkan oleh organisasi GMNI dalam lobbiying yang berupa debat terbuka kepada DEMA FISIP UINSA. Dalam berlangsungnya debat pihak GMNI menuntut penjelasan dan sekaligus menuntut disepakati poin-poin kepentingan yang sudah dilampirkan. Namun Pihak DEMA tidak langsung menyanggupi sampai 9 hari karena masih dipertimbangkan dan didiskusikan, Sehingga tidak bisa langsung memberikan Keputusan secara implusif.
Adanya debat dan tuntutan dari organisasi GMNI berasal dari masalah penolakan perizinan pengadaan stand dan pengibaran bendera di lingkungan kampus UINSA pada tanggal 24 September hingga 12 Oktober. Sedangkan perizinan tersebut bahkan sudah mengantongi tanda tangan basah dari Wadek 3. Namun ternyata izin ditunda dengan alasan adanya acara FISIP pada tanggal 16 September yang mengharuskan steril bendera dari lingkungan Kampus. Setelah ketertundaan dari ketua komisariat Kembali menemui wadek yang kemudian mengalihkan Keputusan ke DEMA Fakultas yang direspon satu minggu dengan surat Intruksi penolakan pendirian stand dan pengibaran bendera.
“Seharusnya surat instruksi itu diturunkan atau diberikan ketika kita sudah diberikan izin. Meski pun ternyata ada poin-poin yang kita langgar, seperti yang disampaikan oleh Wadek 3 di surat pertama. Baik kita tidak mematuhi aturan yang ada di universitas atau kita tidak menjalin komunikasi dengan DEMA. Tapi kita sudah melakukan keduanya setelahnya, namun keluar surat tidak diberikannya izin untuk mendirikan stand oprek dan pengibaran bendera organisasi.” Papar Raqin, perwakilan GMNI.
Merespons penolakan ini, GMNI menyampaikan surat sanggahan dan kemudian menginisiasi debat terbuka pada 9 Oktober yang dihadiri oleh berbagai elemen mahasiswa. Hasil dari debat ini adalah dibuatnya Memorandum of Understanding (MoU) yang menyepakati perubahan terminologi dari “tidak diberikan izin” menjadi “belum diberikan izin.” Selain itu, MoU juga menetapkan bahwa audiensi lebih lanjut dengan Wadek 3 akan dilakukan dalam 9 hari untuk mencapai solusi yang lebih baik.
Terlampirnya Memorandum of Understanding (MoU) dan tuntutan dari pihak GMNI, mengundang tanggapan dari salah satu audien bahwa adanya inkonsistensi. Dimana menurutnya dalam debat tidak ada yang Namanya MOU dan lampiran tuntutan. Karena hal tersebut ada pada aksi atau demonstrasi. Sehingga anggapan itu adalah sebuah debat yang missunderstanding karena menurutnya ini bukan debat tapi soft aksi atau demo.
Namun yang lebih menarik dari hal ini bagaimana tanggapan salah satu audiens yang di duga anggota dari GMNI yang melayangkan permintaan tanggapan dari DEMA FISIP terkait bagaimana kalau dalam fakultas diadakan satu ormek.
“Permintaan untuk hanya diadakan 1 ormek tersebut merepresentasikan suatu kepentingan yang belum cukup diterima jika diatasnamakan audiens. terutama yang dibahas adalah masalah demokrasi yang menekankan kebebasan mahasiswa berpendapat dan berekspresi.” Tegas Ical salah satu audiens dari debat terbuka tersebut.
Dalam kesimpulannya, meskipun ada langkah positif dengan penandatanganan MoU, baik DEMA FISIP maupun GMNI menyepakati bahwa masih ada tantangan yang perlu diatasi, terutama dalam hal komunikasi, transparansi, dan konsistensi dalam pengambilan keputusan. Namun juga evalusai untuk GMNI agar lebih teliti dalam mengkaji hal yang dituntut baik secara implisit atau eksplisit termasuk alur komunikasi, karena agar tidak ada misskomunikasi. Sehingga Semua pihak harus sepakat bahwa perbaikan ini diperlukan untuk menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik di kampus. (M, AAFP, WDA)