
Di tengah debu yang tak lagi kembali
Ia berdiri pada sebuah batas yang tidak lagi memiliki nama
Seorang anak, seorang ibu, seorang kekasih
yang kehilangan rumah dan jejaknya.
Kita biasa menyebutnya “ancaman”
Sementara itu ia terus menerus bergerak
membawa luka, bukan senjata.
Di sebuah ruang pengadilan,
para pria berpakaian rapih berdiskusi mengenai “hal baik”
Tentang serangan yang katanya bertujuan untuk mempertahankan,
sementara itu mereka lupa
banyak jenazah-jenazah yang terdiam, berdiri di atas janji-janji mereka.
Karena yang dikenal sebagai “keamanan”
tidak akan selalu menjamin sebuah ketenangan,
dan… mereka yang disebut sebagai “pecundang”
tidak akan selalu dianggap sebagai suatu kekalahan.
Sebab, mereka yang terpaksa untuk pergi
adalah mereka yang memiliki sisi paling manusiawi
Oleh: Annisa Qurota Ayun