Sepak Bola Indonesia yang tak Pernah Belajar

Timnas sepak bola Jepang (biru) sedang posisi menyerang lini pertahanan Timnas sepak bola Indonesia (putih) di pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026. (Foto by JIJI PRESS/AFP)

Ketika sedang menuntut ilmu, para murid selalu diajarkan oleh gurunya agar tidak takut untuk melakukan kesalahan. Karena dari kesalahan itu, murid bisa belajar untuk lebih baik lagi di percobaan berikutnya. Namun, bagaimana jika suatu kesalahan tidak menjadi pembelajaran bagi murid tersebut. Padahal kesalahan tersebut adalah kesalahan-kesalahan berulang yang dilakukannya di masa lalu. Murid yang seyogyanya harus belajar dari kesalahan, tapi kenyataannya dia tak pernah belajar. Mungkin karena ia tidak mau atau mungkin juga karena tidak bisa. Untuk mengenali murid tersebut lebih dekat, mari berkenalan dengannya. Ia bernama Sepak Bola Indonesia, yang umurnya lebih tua dari negaranya sendiri.

Dahulu kala, Sepak Bola Indonesia pernah menjadi murid berprestasi yang bahkan mengajarkan Sepak Bola Jepang tentang cara menciptakan liga sepak bola yang profesional. Kini, nasib keduanya berpindah. Di kursi depan terdapat Sepak Bola Jepang, ia dikenal dengan ketekunan belajarnya telah menjadi sosok yang berprestasi dan kehebatannya telah diakui oleh dunia internasional. Bahkan tak berlebihan jika mengatakan bahwa Sepak Bola Jepang suatu saat nanti dapat memenangkan Piala Dunia. Sementara itu, di kursi belakang ditempati oleh Sepak Bola Indonesia. Ia memiliki sumber daya yang memadai, tetapi tidak bijak dalam menggunakannya. Kini, ia sedang mencoba merangkak pergi ke bagian terdepan, tetapi selalu kembali lagi ke tempat semula karena kesalahannya sendiri.

Beberapa hari yang lalu, keduanya saling bertemu. Pertemuan yang memang tak mempertaruhkan apa pun, tapi menjadi bukti akan sejauh mana pembelajaran yang telah dilakukan oleh keduanya. Hasilnya tampak sudah jelas, Timnas Sepak Bola Jepang menang dengan enam gol tanpa balas di hadapan publiknya sendiri. Sementara itu, Timnas Sepak Bola Indonesia harus kembali lagi mengakui kekalahan atas lawannya yang sulit digapai. Hasil ini memang tidak begitu penting terhadap keberlangsungan Timnas Indonesia di pentas kualifikasi Piala Dunia 2026. Namun, tidak ada salahnya bagi Sepak Bola Indonesia untuk kembali membuka catatan kesalahan-kesalahan yang berpotensi untuk diulanginya lagi.

Berbicara tentang kesalahan Sepak Bola Indonesia, maka tidak akan lepas dari yang namanya “politik”. Politik bagi sepak bola adalah love-hate relationship (hubungan cinta tapi benci). Di satu sisi cerita, politik bisa saja bersama-sama dengan sepak bola saling memajukan dan membahagiakan. Namun, di sisi cerita yang lain, politik pula yang meninggalkan sepak bola dalam situasi sulit. Perkara hubungan keduanya, Sepak Bola Indonesia tidak lah asing akan hal tersebut. Sudah berapa banyak politisi yang menjadikan kesuksesan sepak bola sebagai modal politiknya di pentas pemilihan umum (Pemilu). Jika tak percaya, coba saja tanyakan pada para pengurus asosiasi sepak bola Indonesia di setiap generasinya. Betapa ampuhnya sepak bola dijadikan konten-konten flexing keberhasilan untuk mencapai kepentingan politik individu. Melalui hal tersebut, kita dapat bertemu dengan satu kesalahan utama sepak bola Indonesia, yaitu sepak bola yang hanya sebatas modal politik. Berkaitan tentang itu, teringat sebuah kutipan dari Zen RS, salah satu pencinta dan penulis sepak bola Indonesia.

“Kalau yang bagus hanya Timnas Indonesia, ia rentan hanya akan jadi modal politik. Kalau yang bagus adalah sepakbola Indonesia, ia bisa menjadi modal sosial.”  Tulisnya.

Menyaksikan kemajuan Timnas Indonesia saat ini pasti akan memberikan stigma negatif kepada tulisan tersebut. Namun, apa yang dituliskan dan disampaikan oleh Zen RS adalah bentuk kekhawatiran akan terulangnya kesalahan sepak bola Indonesia. Kesalahan yang membuat sepak bola Indonesia hanya dijadikan sebatas batu loncatan karir politik. Lihat saja hari ini, keberhasilan sepak bola Indonesia hanya diukur oleh capaian tim nasional. Padahal di luar itu, keberhasilan sepak bola terdiri dari pembinaan, kompetisi, dan inklusivitas (melibatkan semua pihak).

Namun, perlu diakui bahwa keberhasilan Timnas Indonesia saat ini adalah hasil dari program naturalisasi yang diterapkan PSSI. Namun, jika PSSI—selaku asosiasi yang bertanggung jawab akan sepak bola Indonesia—hanya berfokus pada hal-hal yang instan seperti itu. Maka, tak aneh bila apa yang disampaikan Zen RS tadi akan tetap menjadi siklus berulang di sepak bola Indonesia.

Jika sepak bola Indonesia hanya memiliki satu kesempatan untuk belajar, maka belajarlah dari sepak bola Jepang tentang kesabaran dalam berproses. Kesabaran yang mengantarkan Jepang untuk mencapai keberhasilannya pada saat ini. Kesabaran dalam berproses yang menjadi susunan fondasi Jepang untuk bermimpi besar. Mereka bermimpi, mereka berproses, dan mereka berhasil. Sepak bola Indonesia haruslah belajar dari hal tersebut. Bukan hanya sekadar bermimpi tentang menjadi bangsa yang besar. Namun, tentang kesabaran dalam berproses dan tak terlena akan keberhasilan yang instan. Saat ini, sepak bola Indonesia sedang belajar.

Penulis: Al Bukhori Gymastiar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *