Skandal Pengadaan Laptop Chromebook Kemendikbudristek, Rugikan Negara Sebesar 1,9 Triliun

Dugaan kasus korupsi yang menjerat Nadiem Anwar Makariem Ex Menteri Pendidikan. Sumber: i.News.ID

Dugaan Korupsi pengadaan Laptop Chromebook Kemendikbudristek

Rabu, 16 Juli 2025 Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kasus ini merupakan bagian dari proyek digitalisasi pendidikan yang dilaksanakan sejak era Menteri Nadiem Anwar Makarim dengan nilai pengadaan mencapai triliunan rupiah. Dugaan penyimpangan terjadi sejak proses perencanaan dan penyusunan spesifikasi teknis. Berdasarkan temuan penyidik,para tersangka secara sengaja menyusun spesifikasi yang mengarah hanya pada satu merek dan sistem operasi tertentu, yakni ChromeOS. Padahal dalam uji teknis pada tahun 2019, sistem operasi yang direkomendasikan dan paling kompatibel untuk program pembelajaran adalah Windows.

Perubahan arah kebijakan tersebut dilakukan setelah adanya pertemuan daringantara para tersangka, termasuk stafsus JT, bersama dengan Mendikbudristek saat itu. Kronologi dan Empat Tersangka yang ditetapkan Empat tersangka tersebut terdiri dari SW (Direktur Pendidikan Anak Usia Dini/KPA), MUL (Direktur SMP/KPA), IBAM (konsultan teknologi Kemendikbudristek), dan JT (Staf Khusus Mendikbudristek). Keempatnya diduga kuat terlibat dalam penyimpangan proses pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa laptop Chromebook yang semestinya diperuntukkan bagi siswa di berbagai daerah, termasuk wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Selain itu, pengadaan laptop tersebut juga dinilai tidak memperhatikan kesesuaian terhadap kondisi infrastruktur pendidikan di berbagai wilayah. Akibatnya, laptop yang seharusnya menjadi sarana mendukung proses belajar justru tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan dalam sejumlah laporan, Chromebook yang dibeli menggunakan dana negara ditemukan tidak memiliki akses internet yang memadai, atau tidak kompatibel dengan kebutuhan pembelajaran di sekolah-sekolah.


Kerugian Negara mencapai 1,9 Trilliun
Total kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 1,9 triliun dari nilai proyek
sebelumnya sebesar Rp 2,4 triliun. Selain melakukan penahanan terhadap tiga tersangka—
SW, MUL, dan IBAM—penyidik Kejagung juga menetapkan satu tersangka lainnya, JT, sebagai
buronan karena tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dan diduga melarikan diri. Kasus ini
menyoroti ironi dalam pelaksanaan program digitalisasi pendidikan yang di satu sisi
dimaksudkan untuk mendorong kemajuan sistem pembelajaran nasional, tetapi di sisi lain
justru disusupi praktik korupsi yang merugikan negara dan merusak kepercayaan publik.
Terlebih, anggaran pendidikan seharusnya menjadi salah satu prioritas utama dalam
pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.


Harapan Masyarakat Publik terhadap Kasus Ini
Penetapan kasus ini menjadi perhatian luas, terutama di kalangan mahasiswa, akademisi, dan pemerhati kebijakan pendidikan. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana kebijakan strategis sebesar ini dapat lolos dari pengawasan internal kementerian serta lemahnya transparansi dalam proses pengadaan. Terlebih lagi, program ini diklaim sebagai upaya modernisasi pendidikan nasional, namun realisasinya justru meninggalkan banyak masalah di lapangan. Ke depannya, publik menaruh harapan besar agar Kejaksaan Agung mengusut tuntas kasus ini dan menyeret pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk kemungkinan adanya peran aktor politik atau struktural lain di balik layar. Lebih dari itu, penanganan kasus ini juga menjadi pengingat penting akan perlunya integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan
anggaran pendidikan, agar visi transformasi digital tidak hanya menjadi jargon tanpa
substansi

Penulis: Echa Zazkia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *