Wakil Rakyat dapatkan Tunjangan Mewah: Kesejahteraan Guru dan Dosen dianggap Beban Negara

Sumber: Postingan instagram @narasinewsroom

Baru-baru ini kabar mengejutkan dari DPR kembali terkuak ke publik, namun bukan soal pengesahan undang-undang yang kontroversial melainkan sejumlah tunjangan anggota DPR yang tidak masuk akal. Kabar tentang meruaknya kenaikan gaji DPR bermula dari statement yang dinyatakan oleh TB Hasanuddin anggota komisi 1 DPR-RI dari fraksi PDI Perjuangan. Secara terang-terangan ia mengatakan bahwa gaji yang diterima oleh anggota DPR adalah lebih dari 100 juta setiap bulan.

Kenaikan gaji tersebut bertambah apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya dan dinilai wajar karena anggota DPR tidak lagi mendapatkan fasilitas rumah dinas. Sebagai gantinya mereka mendapatkan tunjangan sebesar 50 juta setiap bulan.
“Kan tidak dapat rumah, dapat rumah itu tambah ke 50 juta jadi take home pay itu lebih dari 100 juta so what gitu loh,” Ujar TB Hasanuddin.

Tak hanya soal gaji yang naik sebagai pengganti dari dana rumah dinas. Tunjangan-tunjangan yang diterima oleh wakil rakyat ini tak luput dari perhatian publik. Diantara tunjangan-tunjangan yang membuat masyarakat geram adalah tunjangan komunikasi sebesar Rp. 15.554.000, tunjangan beras Rp.30.090 per jiwa, hingga tunjangan kehormatan sebesar Rp. 5.580.000 dan diikuti tunjangan-tunjangan lainya. “Mungkin Menteri Keuangan (Sri Mulyani) juga kasihan dengan kawan-kawan DPR. Jadi dinaikan, dan kami ucapkan terima kasih” ungkap Adies Kadir selaku Wakil ketua DPR-RI.

Kabar kenaikan gaji DPR ini tentu menjadi sorotan publik karena muncul disaat kondisi ekonomi rakyat yang kian memburuk. Sementara nasib guru dan dosen terus berada dalam kondisi ketidakpastian. Guru dan dosen hari ini tidak mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, bahkan gaji yang di peroleh tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok. Ketidakpastian nasib guru ini diperparah oleh pernyataan Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan RI, Ia menanggapi soal gaji guru yang ramai di perbincangkan oleh publik. Dalam kesempatan tersebut ia mengatakan bahwa persoalan gaji tenaga pengajar yang rendah menjadi tantangan tersendiri bagi keuangan negara. “apakah semua biaya atau gaji guru dan dosen harus ditanggung oleh negara? atau masyarakat harusnya juga ikut berperan?” Ujarnya dalam forum konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB 7 Agustus lalu.

Rendahnya upah guru bukan hanya menjadi polemik akhir-akhir ini, namun seolah menjadi PR yang belum kunjung usai. Faktanya gaji guru di Indonesia belum sesuai dengan sebagaimana mestinya. Akibatnya, tak sedikit para guru di daerah-daerah menggeluti pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan, sudah menjadi rahasia umum bahwa gaji guru di Indonesia termasuk guru honorer, terbilang kecil jika dibandingkan dengan gaji guru di berbagai negara.

Menjadi pendidik anak bangsa, profesi guru tentu memiliki peran yang sangat krusial dalam mencerdaskan generasi. Namun sayangnya, peran guru tersebut masih belum dihargai dengan upah yang layak. Kenaikan tunjangan DPR ini menjadi polemik besar di tengah-tengah masyarakat. Dalam keadaan ekonomi rakyat yang sedang sulit, rakyat justru dihadapkan fakta bahwa terdapat tunjangan DPR yang mencukupi kebutuhan mereka secara komperhensif mulai dari tunjangan suami istri, anak, tunjangan beras, hingga kompensasi dana rumah dinas yang nilainya fantastis. di saat yang sama kontribusi dan pengabdian para guru di wilayah-wilayah terpencil hanya dibayar dengan ucapan terimakasih saja tanpa apresiasi dan kompensasi. Dalam momentum kemerdekaan ini, kita dapat menilai apakah kemerdekaan sudah dirasakan sepenuhnya oleh rakyat?
Mari berbenah.

Penulis: ONF

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *