FISIP UINSA Diskusikan Isu Sosial Politik Kontemporer hingga perkuat Jejaring Akademik Berskala Internasional Melalui Agenda SAICoPSS

Prof. Rebecca Strating Ph, D. menjelaskan “Conflict Prevention in the Indo-Pacific.” dimoderatori Dhimas Rudy Hartanto, M. Han.

Pada 21 hingga 22 Oktober 2025 Sunan Ampel International Conference of Social and Political Sciences (SAICoPSS) kembali diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA). SAICoPSS yang digelar di auditorium FISIP lantai 5 ini merupakan agenda publik tahunan yang dirancang untuk memfasilitasi presentasi akademis mengenai isu-isu sosial, politik dan agama yang relevan dengan tema konferensi. “Navigating Conflict and Building Resilience: Interdisiplinary Perspective on Society, Power, and Global Sustainability” menjadi tema menarik dan aktual dalam SAICoPSS tahun ini.Konferensi tersebut bertujuan untuk mempromosikan kolaborasi antara akademisi dan profesional, untuk mendorong pertukaran pengetahuan yang berkelanjutan dan diskusi tentang isu-isu kontemporer dalam skala global.

Konferensi ini menerima makalah dari berbagai disiplin ilmu, perspektif, dan wilayah geografis, dengan fokus pada pengembangan pengetahuan multidisiplin dan inklusif. Konferensi ini menyediakan platform tidak hanya bagi para akademisi untuk menganalisis fenomena politik dan sosial, tetapi juga bagi para pemangku kepentingan baik dari sektor akademis maupun profesional untuk terlibat dalam wacana intelektual yang luas.

Peserta yang ikut berpartisipasi dalam konferensi SAICoPSS ini memiliki dua sesi utama yakni sesi pleno di mana para ahli mendiskusikan tema utama konferensi dan membedah tema tesebut lebih rinci. Setelah sesi pleno berakhir agenda dilanjutkan dengan sesi paralalel di mana para pemateri berbagi pengalaman dan mendiskusikan hasil penelitian mereka, bertukar ide dan perspektif tentang isu-isu yang berkaitan dengan tema utama. Meski dilaksanakan secara virtual melalui Zoom Webinar Platform, antusiasme para peserta dalam acara ini tidak diragukan lagi. Para presenter hadir dari berbagai latar belakang dan lintas keilmuan. Hasil penelitian yang terpilih akan dipublikasikan di Jurnal the Sunan Ampel Review of Political and Social Sciences (The SARPASS) dan Prosiding SAICoPSS.

menghadirkan dua pembicara internasional dengan tema besar tentang dinamika kawasan Indo-Pasifik. Acara ini menjadi salah satu sesi paling menarik karena membahas posisi strategis Indonesia di tengah perubahan geopolitik global yang semakin kompleks. Wilayah Indo-Pasifik secara geografis mencakup Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat, termasuk Asia Tenggara dan Australia. Namun dalam konteks geopolitik, kawasan ini juga melibatkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Kedua negara tersebut memiliki kepentingan strategis dalam perdagangan, keamanan maritim, dan pengaruh politik di kawasan ini. Indonesia dan Australia, sebagai negara yang berada di antara dua samudra tersebut, memainkan peran penting sebagai poros maritim sekaligus penyeimbang kekuatan besar dunia.

Pada hari pertama diskusi dibuka oleh pemateri pertama yaitu Prof. Dr. Isa Anshori, M.Si dari UINSA yang membahas mengenai konflik, awal mula dan penyebab-penyebab konflik hingga menyinggung tentang dinamika peran pondok pesantren dalam penelitian yang telah dilakukan. Sesi materi ke-2 dilanjutkan oleh Prof. Anurat Anantanatorn, Ph.D., yang merupakan akademisi dan peneliti di Burapha University, Thailand. Dalam pemaparanya ia membahas kasus konflik yang terjadi di Thailand mulaidari konflik pendidikan hingga konflik internal yang didalamnya melibatkan masyarakat muslim.

Agenda SAICoPSS pertama ditutup dengan sesi refleksi pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam memahami strategi penyelesaian konflik global. Pembicara pertama, di hari kedua adalah Professor Rebecca Strating, Ph.D. dari La Trobe University, Australia. Ia memaparkan topik bertajuk “Conflict Prevention in the Indo-Pacific.” Dalam presentasinya, ia menekankan pentingnya upaya pencegahan konflik di kawasan yang memiliki kepentingan strategis tinggi. Menurutnya, stabilitas kawasan tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer, tetapi juga oleh kerja sama diplomatik dan institusi regional seperti ASEAN. Ia juga menyoroti bahwa negara-negara di kawasan ini perlu memperkuat kepercayaan antarnegara untuk menghindari eskalasi konflik akibat rivalitas kekuatan besar.

Dalam paparannya, Prof. Rebecca Strating, Ph.D., membahas konsep preventive diplomacy sebagai upaya diplomatik untuk mencegah perselisihan agar tidak berkembang menjadi konflik terbuka. Ia menjelaskan bahwa diplomasi pencegahan tidak hanya mengandalkan negosiasi, tetapi juga mencakup langkah-langkah membangun kepercayaan(confidence-building measures), pembentukan norma dan institusi regional, mediasi, hingga sistem peringatan dini. Keberhasilan diplomasi pencegahan, menurutnya, sangat bergantung pada komitmen politik dan kemauan negara-negara di kawasan untuk menjunjung prinsip transparansi dan kerja sama.

Lebih lanjut, Prof. Rebecca menyoroti fenomena yang ia sebut sebagai ASEAN Paradox. Menurutnya, prinsip konsensus yang selama ini menjadi ciri khas ASEAN justru dapat menjadi hambatan dalam mencegah konflik secara efektif. Mekanisme pengambilan keputusan yang mengutamakan kesepakatan bersama sering kali membuat ASEAN lambat dalam merespons krisis, terutama ketika terjadi ketegangan antara negara besar di kawasan Indo-Pasifik. Karena itu, ia menekankan perlunya redefinisi terhadap makna konsensus agar tetap menjaga persatuan kawasan, namun tanpa mengorbankan ketegasan dalam menghadapi potensi konflik.

Selanjutnya, Captain Kamlesh Kumar Agnihotri dari India membawakan materi berjudul “Jakarta: The Key Lynchin of Indo-Pacific.” Ia menjelaskan bahwa posisi geografis Jakarta menjadikan Indonesia sebagai kunci penting dalam menjaga stabilitas dan konektivitas antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin kerja sama maritim, perdagangan, dan keamanan di kawasan, terutama dengan pendekatan politik luar negeri yang bebas aktif.

Melalui kedua presentasi tersebut, peserta konferensi memperoleh wawasan mendalam mengenai pentingnya peran Indonesia dalam mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang damai dan stabil. Diskusi ini juga menegaskan bahwa kerja sama lintas negara sangat diperlukan untuk mencegah konflik, memperkuat hubungan diplomatik, dan menjaga keseimbangan kekuatan di tengah dinamika global yang terus berubah.

Berakhirnya rangkaian agenda hari ke-2 ini resmi menutup pelaksanaan SAICoPSS tahun 2025 ini, suskesnya acara ini tidak lepas dari kerja keras berbagai pihak dan antusiasme peserta dalam menyumbang kontribusi penelitian yang berkaiatan dengan tema yang diusung. Agenda SAICoPSS yang senantiasa dinantikan setiap tahun ini merupakan wadah yang difasilitasi oleh FISIP UINSA dalam rangka memperluas wawasan dan mempererat jejaring akademik internasional.

Sampai Jumpa pada SAICoPSS 2026!

Penulis: KYS, NTR, ONF

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *