
Pemerintah Indonesia kembali menggulirkan wacana redenominasi rupiah, sebuah kebijakan yang bertujuan menyederhanakan nilai nominal mata uang tanpa mengubah nilai riilnya. Rencana ini diharapkan dapat mempermudah transaksi ekonomi sekaligus meningkatkan efisiensi sistem keuangan nasional, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi pelaku ekonomi utama di masa mendatang.
Redenominasi adalah pemotongan beberapa digit angka nol pada mata uang tanpa mengurangi daya belinya. Misalnya, uang Rp10.000 akan menjadi Rp10 dengan daya beli yang tetap sama. Kebijakan ini berbeda dengan sanering yang memotong nilai riil uang dan berdampak pada inflasi. Menurut Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Firman Mochtar, “Redenominasi rupiah bukan sekadar mengganti angka, tetapi membangun sistem moneter yang lebih efisien dan mudah dipahami masyarakat tanpa mengganggu kestabilan harga.”
Sementara itu, Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan ini akan dijalankan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kebingungan publik. “Kami menekankan pentingnya sosialisasi luas agar masyarakat memahami bahwa nilai uang tidak berubah, hanya jumlah nolnya yang berkurang,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan.
Implementasi redenominasi bukanlah perkara mudah dan menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Sosialisasi masif diperlukan agar masyarakat memahami bahwa redenominasi tidak mengurangi nilai uang mereka, mengingat pengalaman negara lain menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman dapat memicu kepanikan dan spekulasi. Selain itu, penggantian seluruh sistem pembayaran, mesin ATM, kasir digital, hingga aplikasi perbankan membutuhkan investasi besar, dan pelaku usaha terutama UMKM perlu mendapat dukungan dalam menyesuaikan sistem mereka. Tantangan lain adalah risiko psikologis berupa “money illusion” atau ilusi moneter, di mana masyarakat yang terbiasa dengan angka besar mungkin merasa uang menjadi lebih sedikit meski daya belinya tetap sama.
Namun bagi generasi muda, terutama yang tumbuh di era digital, redenominasi membawa sejumlah harapan positif. Dengan nominal yang lebih sederhana, aplikasi dompet digital dan platform e-commerce dapat bekerja lebih efisien, sehingga generasi muda yang sudah terbiasa dengan transaksi cashless akan merasakan manfaat langsung dari sistem yang lebih praktis.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menegaskan bahwa “redenominasi akan membuat rupiah lebih berwibawa di kancah internasional dan mempermudah integrasi ekonomi digital.” Momentum redenominasi juga dapat menjadi kesempatan emas untuk meningkatkan literasi keuangan di kalangan muda, karena pemahaman tentang nilai uang, inflasi, dan sistem moneter akan semakin penting di era ekonomi digital. Selain itu, dengan rupiah yang lebih sederhana, generasi muda yang berbisnis lintas negara atau bekerja dengan klien internasional akan lebih mudah dalam konversi mata uang dan negosiasi, sementara industri teknologi finansial dapat berinovasi dengan sistem pembayaran baru yang lebih efisien, membuka peluang kerja dan kewirausahaan bagi anak muda.
Beberapa negara telah sukses menerapkan redenominasi, seperti Turki pada tahun 2005, Brasil pada 1994, dan Rumania pada 2005. Kunci kesuksesan mereka adalah persiapan matang, sosialisasi intensif, dan periode transisi yang cukup panjang untuk adaptasi masyarakat. Pengalaman ini menjadi pembelajaran berharga bagi Indonesia dalam merancang strategi implementasi yang efektif.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu menyusun roadmap yang jelas dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk komunitas generasi muda, pelaku usaha digital, dan institusi pendidikan. Program edukasi melalui media sosial dan platform digital yang akrab dengan generasi muda menjadi krusial untuk memastikan kebijakan ini dipahami dengan baik. Redenominasi rupiah bukan sekadar kebijakan teknis moneter, tetapi juga tentang mempersiapkan sistem ekonomi yang lebih modern dan efisien untuk masa depan. Dengan persiapan matang dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, terutama generasi muda sebagai agen perubahan, Indonesia dapat meraih manfaat optimal dari kebijakan ini.
Pemerintah menargetkan sosialisasi publik akan dimulai dalam waktu dekat, dengan periode transisi yang diperkirakan memakan waktu beberapa tahun untuk memastikan seluruh masyarakat siap dengan perubahan ini. Keberhasilan redenominasi akan sangat bergantung pada seberapa baik pemerintah mengomunikasikan tujuan dan manfaatnya kepada masyarakat, khususnya kepada generasi muda yang akan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Penulis: Elma Aurelia Purwanto
