11.5 C
New York
Monday, April 7, 2025

Buy now

spot_img

Tragedi Kemanusiaan di Rafah: Ketika Pengungsi Menjadi Sasaran Perang

Dalam konflik Israel-Palestina yang tak kunjung usai, serangan udara Israel terhadap wilayah Rafah di Jalur Gaza pada Minggu, 26 Mei 2024, menjadi titik nadir baru dalam tragedi kemanusiaan yang terus berlanjut. Rafah, yang menjadi tempat pengungsian terakhir bagi warga sipil Gaza yang terjebak dalam pusaran konflik, kini menjadi sasaran serangan udara Israel yang brutal.

Israel mengklaim serangan tersebut sebagai balasan atas roket yang diluncurkan dari Gaza ke wilayah selatan Israel. Mereka berdalih bahwa target serangan adalah infrastruktur militan seperti terowongan dan lokasi produksi roket. Namun, realitas di lapangan berbicara lain. Puluhan bangunan sipil, termasuk rumah-rumah warga, hancur dalam serangan tersebut. Ini bukan sekadar “kerusakan sampingan” tapi tampak sebagai serangan yang disengaja terhadap warga sipil.

Data dari Kementerian Kesehatan Palestina menunjukkan betapa tidak seimbangnya konflik ini. Sejak 26 Mei, setidaknya 57 warga Palestina tewas dan lebih dari 300 luka-luka akibat serangan Israel. Di sisi Israel, tujuh warga sipil dilaporkan terluka. Setiap nyawa yang hilang adalah tragedi, tapi perbedaan jumlah korban ini menggambarkan ketidakseimbangan kekuatan dan taktik yang digunakan.

Serangan terhadap Rafah adalah pelanggaran terang-terangan terhadap Hukum Humaniter Internasional, khususnya Konvensi Jenewa IV yang melarang serangan sengaja terhadap warga sipil dan objek sipil. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pengabaian terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar.

Upaya gencatan senjata yang dimediasi oleh PBB, Mesir, dan Qatar telah membawa ketenangan sementara sejak 6 Juni. Namun, ini hanyalah jeda dalam siklus kekerasan yang tampaknya tak berujung. Ketegangan masih tinggi, dan Rafah tetap berada di ujung tanduk.

Pertanyaannya sekarang, sampai kapan dunia akan membiarkan tragedi ini berlanjut? Sampai kapan pemimpin dunia akan tetap diam sementara genosida terhadap warga sipil tak bersalah, termasuk anak-anak, terus terjadi? Jika Rafah, tempat pengungsian terakhir, juga menjadi sasaran, ke mana lagi warga Gaza harus mencari perlindungan?

Konflik Israel-Palestina telah berlangsung terlalu lama, mengorbankan terlalu banyak nyawa, dan menghancurkan terlalu banyak masa depan. Serangan di Rafah adalah tamparan keras bagi nurani global kita. Ini bukan sekadar konflik politik atau teritorial, tapi perjuangan untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

Kita tidak bisa lagi berpura-pura tidak melihat atau tidak peduli. Setiap roket yang diluncurkan dari Gaza dan setiap bom yang dijatuhkan oleh Israel di Rafah adalah pengingat bahwa kita semua telah gagal. Gagal untuk menegakkan keadilan, gagal untuk melindungi yang tidak berdaya, dan gagal untuk memahami bahwa setiap nyawa, baik Palestina maupun Israel, sama berharganya.

Sudah saatnya masyarakat internasional bertindak lebih dari sekadar pernyataan kecaman atau resolusi yang tak berujung. Kita membutuhkan aksi nyata: sanksi ekonomi, isolasi diplomatik, dan tekanan politik yang sebenarnya terhadap pihak-pihak yang melanggar hukum humaniter. Kita juga perlu mendukung lembaga-lembaga seperti Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan perang.

Lebih dari itu, kita perlu solusi politik yang adil dan berkelanjutan. Solusi dua negara yang telah lama dibicarakan harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, dengan pengakuan terhadap hak dan keamanan baik Israel maupun Palestina. Ini bukan tugas mudah, tapi jika kita gagal, harga yang harus dibayar adalah nyawa lebih banyak warga sipil tak bersalah.

Tragedi di Rafah adalah panggilan untuk bangun dari tidur panjang ketidakpedulian kita. Ini adalah kesempatan terakhir bagi kita untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan masih berarti sesuatu di dunia yang semakin terpecah belah. Jika kita gagal sekarang, sejarah akan mencatat bahwa di awal abad ke-21, kita membiarkan sebuah genosida terjadi tepat di depan mata kita.

Sumber: Al Jazeera, Haaretz, The Times of Israel, Reuters, Kementerian Kesehatan Palestina, BBC

Oleh: Naibatul Khikmah

 

 

 

 

 

 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles