
Amphitheater UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) bersinergi dengan Konsulat Jenderal Australia di Surabaya dalam sebuah kuliah umum bertajuk ‘Indonesia–Australia Strategic Partnership: Opportunities and Challenges in Education, Sport, and Tourism Cooperation’. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yakni Konjen Australia Mr. Glen Askew dan Dosen Sejarah UINSA Akhmad Najibul Khairi Sya’ie.
Glen Askew memulai pemaparannya dengan memberikan gambaran geografis dan demografis Australia. Ia menyampaikan bahwa negara tersebut memiliki populasi sekitar 26,5 juta jiwa per Januari 2024 dan menghadapi tantangan iklim ekstrem, termasuk suhu yang bisa mencapai 50°C di musim panas. Canberra sebagai ibu kota digambarkan sebagai kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 jiwa, namun berperan penting dalam pembuatan kebijakan dan riset nasional. Askew juga memaparkan hubungan ekonomi bilateral, termasuk perdagangan gandum dari Australia dan ekspor komoditas dari Indonesia. Ia menekankan bahwa pendidikan menjadi salah satu pilar utama kerja sama. Australia menawarkan berbagai beasiswa bergengsi seperti Australia Awards, yang membuka kesempatan bagi mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan studi pascasarjana. Lebih dari 200.000 pelajar Indonesia tercatat telah menempuh pendidikan di Australia, dengan tingkat kepuasan sebesar 89% terhadap sistem pendidikannya.
Melanjutkan pemaparan materi sebelumnya, Bapak Akhmad Najibul Khairi Sya’ie melanjutkan dengan menceritakan pengalamannya ketika menempuh program master dan doctor di Australia. Ia menceritakan tentang kualitas yang dimiliki oleh institusi-institusi pendidikan yang dimiliki Australia. Kualitas tersebut salah satunya tertampak pada kepemilikan perpustakaan di tiap kampus. Perpustakaan menjadi tempat ternyaman baginya, karena lengkapnya sumber bacaan dan ditunjang oleh sarana hiburan, seperti kafe, biliar, dan pingpong. Kenyamanan yang ia peroleh bukan hanya dari tempat studinya, tetapi juga dari kebaikan penduduk Australia. Ia menceritakan tentang pertemuannya dengan penduduk Australia yang membantu ketika mobilnya saat itu sedang kehabisan bensin. Pertemuan tersebut salah satunya menjadi pengalaman tak terlupakan di Australia.
Melalui pengalaman tersebut, ia ingin memberikan contoh cara memanfaatkan hubungan kerja sama antara Indonesia dengan Australia. Kerja sama tersebut memberikan banyak manfaat bagi para pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan di Australia. Ia menyebutkan bahwa Australia menjadi tempat yang cocok bagi pelajar Indonesia. Alasannya adalah karena pendidikannya yang berkualitas, ekonomi yang stabil, terdapat kota yang nyaman untuk ditempati, banyak beasiswa yang tersedia, program bekerja sambil kuliah, dan multikultural. Di sisi lain, ia juga menjelaskan bahwa capaian akademik dan kemampuan berbahasa Inggris dapat menjadi tantangan bagi para pelajar Indonesia.
Meskipun banyak manfaat, tantangan juga mengintai: kualitas akademik yang ketat dan penguasaan bahasa Inggris menjadi batu sandungan bagi sebagian pelajar. Namun, menurut kedua narasumber, persiapan matang—dari beasiswa hingga kursus bahasa—dapat mengubah hambatan menjadi batu loncatan.
Para peserta terlihat aktif menyimak, bahkan bersorak saat Askew membagikan hadiah bagi yang menjawab pertanyaan dengan benar. Sesi tanya-jawab pun berlangsung hidup, menelisik peluang magang, penelitian kolaboratif, hingga program pertukaran pelajar.
Kuliah umum ini bukan sekadar acara seremonial. Ia menegaskan bahwa pembangunan hubungan Indonesia–Australia dapat berjalan seirama: akademisi, pemerintah, dan pelajar bergandeng tangan menciptakan peluang baru. Rangkaian kerja sama di bidang pendidikan, olahraga, dan pariwisata diharapkan menumbuhkan generasi unggul yang siap bersaing di kancah global. Di akhir acara, satu hal tersisa di benak hadirin: ketika kesempatan sudah di depan mata, beranilah melangkah.
Penulis: MAG dan NHN