Yang Tak Boleh Terlupakan dari Konflik Iran–Israel

Seorang anak palestina duduk diatas puing-puing dan reruntuhan bangunan yang rusak akibat serangan militer Israel. (Sumber: REUTERS/Mahmoud Issa) 

Dewasa ini konflik antara Iran dan Israel telah menarik perhatian publik internasional, termasuk Indonesia. Beredar juga di jagat maya rekaman-rekaman yang menunjukkan aksi saling menghujani rudal oleh kedua negara yang berkonflik tersebut. Aksi saling serang yang menghiasi langit Iran dan Israel pun sebenarnya memperlihatkan betapa rapuhnya stabilitas geopolitik dalam kawasan Timur Tengah tersebut. Namun di tengah gejolak ini, satu isu yang semestinya menjadi perhatian utama justru kembali terpinggirkan, yaitu krisis dan penderitaan yang dialami warga palestina.

Bagi Israel, Palestina dipandang sebagai ancaman keamanan yang harus ditekan oleh mereka. Hal ini tercermin sejak pendudukan wilayah Palestina pasca-1948 hingga kini, Israel terus memperluas permukiman ilegal di Tepi Barat, menerapkan blokade terhadap Gaza, dan membatasi akses terhadap kebutuhan dasar seperti air, listrik, dan layanan kesehatan. Realitas ini bukan semata konflik bersenjata, melainkan bentuk nyata dari apartheid dan kolonialisme modern oleh Israel yang tidak boleh diabaikan oleh kita. Sehingga hal ini pula yang menjadi kritik dan kecaman dari komunitas internasional terhadap otoritas Israel tersebut sejak lama.

Di sisi lain, Iran mengklaim diri sebagai pendukung utama perjuangan Palestina. Retorika pembelaan terhadap Al-Quds dan aliran bantuan ke kelompok-kelompok bersenjata seperti Hamas dan Jihad Islam menjadi bagian dari politik luar negeri Iran. Namun, banyak pihak menilai bahwa langkah ini bukan sepenuhnya didorong oleh idealisme, melainkan juga oleh kalkulasi strategis demi memperkuat pengaruh Iran di kawasan.

Dalam hal ini, saya melihat tarik-menarik dua kepentingan ini justru membuat rakyat Palestina menjadi pihak yang terabaikan. Mereka tersandera dalam konflik ideologi dan kepentingan global, sementara hak-hak dasar mereka terus dirampas, dan kehidupan mereka tidak kunjung membaik. Ironisnya, pemberitaan media dan publik seakan mengabaikan hal ini dan malah fokus pada pada strategi dan kekuatan militer dua negara besar tersebut, atau terbaru keberhasilan genjatan senjata yang berhasil dimediasi oleh kekuatan global seperti Amerika Serikat. Namun, orang-orang tidak boleh lupa mediasi ini ditujukan untuk meredakan konflik antarnegara, bukan menyelesaikan akar ketidakadilan terhadap Palestina.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, prinsip keadilan semestinya tidak boleh goyah, apapun alasan politiknya. Al-Qur’an menegaskan dalam Surat Al-Ma’idah ayat 8 bahwa kebencian terhadap suatu pihak tidak boleh menjadi pembenaran untuk berlaku tidak adil. Dalam konteks konflik Timur Tengah, pesan ini menjadi sangat relevan mengingat kemanusiaan harus menjadi fondasi utama dalam bersikap dan merespons, bukan sekadar keberpihakan politik.

Indonesia berpengangan pada prinsip bebas aktif dan komitmen terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina, sudah seyogyanya memiliki peran moral untuk terus menyuarakan keadilan dan perdamaian. Konflik Iran–Israel seharusnya tidak hanya dilihat sebagai rivalitas bersenjata, tetapi juga sebagai cermin ketidakadilan global yang perlu dikritisi secara jernih.Selain itu bagi generasi muda, khususnya para mahasiswa, penting untuk tidak terbawa oleh narasi biner yang menyederhanakan konflik. Oleh karenanya, saya melihat penting juga untuk mahasiswa memperkuat akan pemahaman geopolitik, sejarah kolonialisme, dan politik identitas melalui pendidikan dan diskusi. Dengan begitu, kita bisa membentuk cara pandang yang adil, empatik, dan tidak mudah terseret propaganda.

Pada akhirnya, konflik Iran–Israel hanyalah salah satu lapisan dari kompleksitas Timur Tengah. Namun, isu Palestina adalah luka lama yang terus dibiarkan menganga. Mendukung Palestina tidak berarti berpihak dalam perseteruan dua negara, tapi berdiri bersama korban dari ketidakadilan yang berlangsung puluhan tahun. Saat dunia sibuk menyoroti senjata dan strategi, mari kita tetap bersuara untuk mereka yang tak terdengar, untuk mereka yang telah lama menderita bak tertimpa di balik reruntuhan bangunan. Karenanya dalam dunia yang penuh kepentingan dan ketidakpedulian, penting bagi kita memilih untuk berdiri bersama yang tertindas sebagai sikap yang paling manusiawi.

Penulis: Muhammad Ilham

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *