Emang Enak Hidup Lurus-Lurus Aja?: Hidup Ugal-Ugalan ala “Dead Poets Society”

Diumur kepala dua, kondisi fisik sedang masa prima nya. Kondisi mental masih dalam tahap yang fleksibel dan labil. Dan masa depan, masih jauh dari kata tergapai. Masih banyak waktu yang tersisa untuk menata hidup yang lebih baik di masa depan. Namun pertanyaannya, sudahkah kamu tahu kemana masa depan yang ingin dituju? Mantapkah hatimu atas apa kamu sekarang….? Pertanyaan yang seperti nya kebanyakan orang bingung untuk menjawab, dan kalaupun terjawab, ia masih rapuh untuk sepakat. Film “Dead Poets Society” akan bantu kamu untuk cari jawaban yang tepat.

“Dead Poets Society”, film keluaran tahun 1989 garapan sutradara Peter Weir ini menjadi film yang cukup bergengsi kala itu. Keluar dengan tema ala-ala pejuang kebebasan, menjadikannya perbincangan panas di kalangan sineas kala itu, bahkan hingga sekarang. Romantisasi puisi dan sastra menjadi gugatan utama para kritikus film, mereka menilai film ini terlalu utopis dan pemberi harapan palsu, Namun pribadi penulis mempunyai pandangan lain dalam hal ini.

Film ini secara keseluruhan menceritakan tentang pencarian jati diri anak-anak sekolah. Anak-anak sekolah yang masih labil dan krisis akan jati diri dan tujuan hidup. Ditengah kegalau-an itu hadir seorang guru inspiratif bernama John Keating (Robin Williams), ia merupakan guru baru kala itu, dan bertugas untuk mengajar pelajaran bahasa. Keating terlihat berbeda dari kebanyakan guru pada umumnya, pribadinya agak mencolok dan nyentrik, tapi justru disitulah daya tarik nya.

Neil Perry (Robert Sean Leonard) menjadi orang pertama yang jatuh hati pada karisma Keating, ide-ide gila Keating soal hidup bebas mulai memacu gairah seorang Perry. Perry tanpa sadar menjadi pionir kultus hidup bebas ala Keating bagi teman-teman nya, yang kemudian hari ia namai “Dead Poets Society”. Ia menyerukan teman-teman nya untuk hidup bebas ala keating, dan dengan sadar membujuk temannya keluar batas. Perry bahkan memulai bab baru hidupnya dengan menjadi seorang aktor. Perry memang mencintai dunia lakon, tapi tidak dengan ayahnya.

Todd Anderson (Ethan Hawke) menjadi siswa lain yang hidupnya cukup tergugah berkat kehadiran Keating. Ia awalnya adalah seorang yang pendiam, tertutup, dan takut untuk mengekspresikan diri. Anderson adalah gambaran remaja yang tak mengenal keberanian, bahkan untuk mengenali dirinya sendiri. Namun berkat dorongan dan pendekatan unik Keating, perlahan Anderson mulai menemukan suaranya. Ia mulai mengeluarkan isi pikirannya, walau dengan ketakutan yang mengikat lidah dan hati.

Apa yang terjadi pada Perry dan Anderson sebelum bertemu Keating adalah buah hasil dari kekangan orang tua. Masa muda yang harusnya terasa menyenangkan, menjadi suram karena bayang-bayang tuntutan orang tua. Tak ada yang salah dengan Perry yang menginginkan hidup sebagai aktor, begitu juga dengan ayahnya yang menginginkannya untuk menjadi dokter. Yang salah adalah bagaimana untuk menjalaninya, apakah karena keinginan atau hanya tuntutan semata.

Pada akhirnya, Dead Poets Society tidak sekadar mengajak penonton untuk “melawan”, tetapi juga merenung tentang apa arti hidup yang benar-benar kita inginkan?. John Keating dengan mantra andalannya “Carpe Diem” menjadi simbol dari guru yang bukan hanya mengajar, tapi membangunkan jiwa. Ia tidak menawarkan formula hidup yang pasti, tapi memberi keberanian untuk memilih, mempertanyakan, dan bahkan mempertaruhkan segalanya demi menjadi diri sendiri.

Film ini mungkin tidak menawarkan akhir yang membahagiakan bagi semua tokohnya. Tapi justru karena itulah Dead Poets Society adalah film yang jujur. Aktivisme menjadi seorang free thinker tidak serta merta melibas setiap norma umum dalam masyarakat, ada ruang yang harus diisi dengan renungan atas resiko setiap tindakan. Pada akhirnya ini adalah film yang layak ditonton, skor 8/10 rasanya bukan angka yang berlebihan ketika 30 menit pertama film ini mampu membuat saya tersenyum lepas tak henti. Saksikan film Dead Poets Society di berbagai layanan streaming yang tersedia.

Penulis: Yusuf Aditya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *