11.5 C
New York
Monday, April 7, 2025

Buy now

spot_img

Femisida: Dibunuh Karena Dia Perempuan?

Kasus pembunuhan akhir akhir ini semakin marak di Indonesia, banyak media meliput akan kejadian tersebut. Alasan dibaliknya tentu sangat beragam, bisa disebabkan oleh motif balas dendam, motif berpoligami, hutang-piutang, bahkan hingga kesetaraan gender. Permasalahan gender, kerap dibicarakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Pro dan Kontra akan selalu terjadi ketika pembahasan tersebut mulai muncul dipermukaan. Belakangan ini, insiden pembunuhan berdasarkan gender terhadap para perempuan diluar sana, Komnas Perempuan menyebutnya sebagai “femisida”.

Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, kenikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya. Femisida dipandang sebagai akibat dari perempuan yang menolak memenuhi tuntutan laki laki terhadap perempuan. Karena itu, femisida muatannya berbeda dari pembunuhan biasa karena mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi atau opresi. Femisida bukanlah kematian sebagaimana umumnya melainkan produk budaya patriarkis dan misoginis dan terjadi baik di ranah privat, komunitas maupun negara. Berdasarkan data PBB, 80% dari pembunuhan terencana terhadap perempuan dilakukan oleh orang terdekatnya. Kasus femisida yang terindikasi kuat di Indonesia terjadi pada tahun 2020 terpantau 95 kasus, pada 2021 terpantau 237 kasus, pada 2022 terpantau 307 kasus dan pada 2023 terpantau 159 kasus yang indikator berkembang seiring perkembangan pengetahuan tentang femisida. (komnasperempuan.go.id). Kasus yang terjadi akhir-akhir ini, seperti “suami memutilasi istri di Ciamis” akibat lelaki tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga, “pembunuhan dalam koper” diakibatkan lelaki tersebut tersinggung dan tidak bisa meregulasi emosinya, dan masih banyak lagi.

Berdasarkan sudut pandang penulis, banyak kalangan yang belum mengetahui atau bahkan tidak mengenali kasus femisida, dikarenakan kejahatan dalam bentuk gender ini jarang tersorot secara detail dari berbagai media. Kebanyakan dari mereka mengategorikan pembunuhan dalam bentuk artian secara “umum”. Namun yang menjadi masalah utama, Bagaimana sistem hukum negara-negara tertentu menangani hal ini? Di Indonesia sendiri, penghilangan nyawa diatur tersebar dalam Pasal 44 UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT) dan juga di KUHP yaitu Pasal 338, Pasal 339, Pasal 340, Pasal 344, Pasal 345, dan Pasal 350. Namun motif, modus dan kekerasan berbasis gender sebelum atau yang menyertainya tidak menjadi faktor pemberat hukuman. Lantas, bagaimana upaya pencegahan, penanganan, pemulihan bagi korban maupun keluarga korban? Munculnya peraturan pantauan Rekomendasi Umum Komite CEDAW Nomor 35 Tahun 2017 tentang Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan, tidak menutup kemungkinan insiden pembunuhan akan terulang kembali. Apakah peran pendidikan harus diperkuat agar kasus femisida tidak terjadi lagi? Apakah peran media harus memberitakan secara gamblang agar masyarakat dan juga pemerintah semakin memiliki kesadaran mengenai kekerasan berbasis gender ini?.

Oleh: Siti Rohma Oktaviani

 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles