Indonesia Serukan Diplomasi Dagang, Menyusul Kenaikan Tarif Impor AS hingga 32%

 

Pidato Trump dalam acara pengumuman perdagangan “Make America Wealthy Again” di Rose Garden dan merayakan Liberation day, Gedung Putih pada tanggal 2 April 2025 di Washington, DC. (Sumber: Chip Somodevilla/Getty Images).

Jakarta, 16 April 2025 – Pemerintah Indonesia menyatakan keprihatinannya atas kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mengenakan tarif hingga 32% terhadap sejumlah produk asing. Langkah ini dinilai berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan global dan berdampak pada ekspor Indonesia ke pasar Amerika.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dalam pernyataan resminya menyebutkan bahwa kebijakan sepihak tersebut tidak sejalan dengan semangat perdagangan bebas dan adil yang dijunjung dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). “Kami menilai kebijakan tarif yang bersifat proteksionis ini bisa menciptakan ketidakpastian dalam hubungan perdagangan bilateral dan multilateral,” ujar Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. “Indonesia akan mengevaluasi dampaknya terhadap produk ekspor utama seperti tekstil, karet, dan elektronik, serta menjajaki langkah-langkah diplomatik yang diperlukan.”

Langkah Trump ini dinilai sebagai upaya untuk melindungi industri dalam negeri AS, namun berbagai negara, termasuk Indonesia, melihatnya sebagai hambatan perdagangan yang tidak adil. Sebagai respon awal, Indonesia berencana melakukan pendekatan melalui forum APEC dan ASEAN, serta mempertimbangkan pengajuan gugatan ke WTO bila tarif ini berdampak signifikan terhadap ekspor nasional. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Perdagangan RI menyebutkan bahwa kebijakan sepihak ini bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas dan adil yang selama ini dijunjung dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah Indonesia pun tengah mengevaluasi secara menyeluruh produk mana saja yang berisiko terdampak, sekaligus menyiapkan langkah-langkah diplomatik untuk mengantisipasi dampaknya.

Kebijakan ini tentu tidak luput dari perhatian para pelaku usaha di Indonesia. Banyak eksportir menyampaikan kekhawatiran bahwa lonjakan tarif ini akan membuat produk mereka menjadi kurang kompetitif di pasar Amerika. Beberapa eksportir bahkan mulai mempertimbangkan diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Asia dan Timur Tengah, sebagai langkah antisipatif jika pasar AS menjadi terlalu berat akibat kebijakan tarif tersebut. Banyak pelaku usaha berharap agar pemerintah juga segera mempercepat pembahasan perjanjian perdagangan bilateral atau regional yang dapat memberikan insentif tarif, termasuk memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi dagang global.

Kenaikan tarif ini bukan hanya menjadi perhatian Indonesia, tetapi juga negara-negara ASEAN lainnya yang memiliki keterkaitan dagang dengan Amerika Serikat. Untuk itu, Indonesia mendorong agar ASEAN menyuarakan kepentingan bersama dan mengedepankan solidaritas kawasan dalam menghadapi kebijakan perdagangan proteksionis dari negara mitra. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono, menyatakan bahwa kerja sama regional seperti RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) dan keterlibatan aktif dalam forum APEC menjadi penting untuk memperkuat posisi tawar negara-negara Asia di tingkat global.

Sebagai langkah awal, pemerintah berencana mengangkat isu ini dalam forum-forum internasional seperti APEC dan ASEAN, agar terbentuk posisi bersama dari negara-negara yang terkena dampak. Selain itu, Indonesia juga membuka peluang untuk menggugat kebijakan ini melalui mekanisme sengketa di WTO, apabila terbukti melanggar aturan perdagangan internasional. Pakar hukum perdagangan internasional dari Universitas Indonesia, Prof. Retno Wardhani, menilai bahwa Indonesia memiliki hak untuk menggugat tarif ini jika terbukti tidak sesuai dengan ketentuan WTO. Menurutnya, Indonesia juga perlu segera melakukan komunikasi intensif dengan Kedutaan Besar AS dan perwakilan dagang di Washington untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai produk-produk yang masuk dalam daftar kenaikan tarif. Indonesia juga tengah menjajaki kemungkinan untuk mempercepat perundingan perdagangan bebas dengan beberapa negara mitra di luar AS, sebagai bagian dari upaya diversifikasi pasar ekspor dan penguatan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.

Kebijakan tarif dari AS ini menambah panjang daftar langkah-langkah proteksionis yang muncul pasca-pandemi. Di tengah upaya pemulihan ekonomi global, banyak negara justru mengambil jalan perlindungan ekonomi dalam negeri yang dianggap merugikan mitra dagangnya. Pemerintah Indonesia menyerukan agar semangat kerja sama dan keterbukaan tetap dikedepankan, bukan justru memperkuat sekat-sekat perdagangan. Dengan berbagai langkah yang disiapkan, mulai dari evaluasi dampak hingga jalur hukum internasional, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk melindungi kepentingan nasional tanpa menutup peluang dialog. Harapannya, solusi terbaik bisa dicapai tanpa harus memicu perang dagang yang merugikan semua pihak.

Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah Amerika Serikat terkait rincian produk asal Indonesia yang terkena dampak langsung dari kebijakan tarif ini. Meski begitu, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa mereka akan terus memantau situasi secara aktif, sembari memastikan perlindungan terhadap pelaku usaha dalam negeri. Seiring dengan ketegangan dagang global yang kembali meningkat, Indonesia berharap agar semua pihak tetap mengedepankan dialog, kerja sama, dan prinsip keadilan dalam perdagangan internasional. Di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi, stabilitas dan keterbukaan pasar global menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, selain itu sektor yang terdapat agar cepat tumbuh kembali.

Penulis: Innas Putri Dinda Pramilasari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *